Bab 9
“Kamu nggak boleh memberitahu kakakku apa yang baru saja terjadi.”
Kak Nia berkata sambil membantuku mengangkat celanaku. Tentu saja aku nggak akan memberitahu kakakmu, tapi aksinhu tadi sangat bagus.”
“Kamu nggak hanya harus melakukan ini di depanku, tapi kamu juga harus melakukan ini di depan Lina.
“Semakin cabul seorang pria, semakin dia dicintai oleh wanita.”
“Bahkan kalau perlu, biarpun kamu harus menggunakan trik, itu nggak masalah.”
Aku sedikit kecewa dan bertanya, “Kak Nia, apakah kamu melakukan semua ini hanya untuk membantuku membuka hati?”
“Kalau nggak apa? Kamu nggak berpikir aku ingin melakukan sesuatu denganmu ‘kan?”
Hatiku langsung mencelos.
Aku menggeleng lemah, “Nggak.” a
Aku tahu aku tidak seharusnya kecewa, tapi saat ini aku tidak bisa mengendalikan emosiku.
Secara khusus, Kak Nia membantu aku mengangkat celana dan menata pakaian aku seperti tidak terjadi apa–apa.
Seolah–olah semua reaksiku seperti reaksi anak–anak.
Aku sangat tidak menyukai perasaan ini.
Jelas–jelas aku sudah dewasa dan bergairah, bagaimana bisa Kak Nia menutup mata?
Dia benar–benar tidak mempunyai keinginan sama sekali padaku.
Aku memikirkan apa yang baru saja Kak Nia katakan.
Semakin nakal seorang pria, semakin dia dicintai seorang wanita.
Apakah itu berarti kalau aku melakukan tindakan berani pada Kak Nia, itu akan mengubah pandangan Kak Nia terhadapku?
Entah dari mana aku memberanikan diri untuk tiba–tiba memeluk Kak Nia.
Kak Nia berkata “hmm” saat aku memeluknya.
Wajahnya yang cantik dan mulus langsung berubah menjadi merah padam.
Bab 9
+25 BONUS
“Edo, apa yang kamu lakukan?”
Kak Nia bertanya dengan wajah merah dan menatapku dengan gelisah.
Melihat tatapan bingung Kak Nia, tiba–tiba suasana hatiku menjadi sangat baik.
Aku berpikir siapa suruh kamu menggodaku sepanjang waktu, jadi aku akan menggodamu kali ini juga.
“Kak Nia, kenapa mukamu memerah?”
Tanyaku menggoda.
“Mana ada?”
Kak Nia dipeluk erat olehku dan ada perasaan aneh yang keluar dari tubuhnya.
Hal ini membuatnya sangat bingung dan gelisah.
Tanpa sadar dia ingin meronta.
Tapi, begitu dia bergerak, dia merasakan ada sesuatu yang bergerak. 1
Dia sangat ketakutan sehingga dia segera berhenti bergerak.
Aku menundukkan kepalaku dan mencium wangi rambut Kak Nia, lalu berkata dengan sedih, “Ada, bukan hanya wajahmu yang memerah, tapi detak jantungmu juga semakin cepat.”
“Kak Nia, apa kamu mau juga?”
“Aku bisa memberikannya padamu kalau kamu mau.”
Biarpun sengaja menggoda Kak Nia, tapi saat mencium wangi Kak Nia dan merasakan kepenuhan dan kelembutan dada Kak Nia. 1
Aku tetap saja terkesiap.
Napas Kak Nia menjadi cepat saat ini.
“Edo, kita nggak boleh melakukannya. Kita nggak boleh bersalah pada kakakmu.‘
“Aku nggak peduli, aku hanya menginginkannya.” Aku memeluk Kak Nia lebih erat.
Tubuh Kak Nia tiba–tiba terasa melunak. (2)
Aku semakin tidak nyaman.
Aku khawatir kalau aku terus seperti ini, aku benar–benar akan kehilangan kendali.
213
Bab 9
+25 BONUS
Jadi aku tersenyum dan berkata, “Kak Nia, bagaimana sikapku tadi? Apakah aku cukup bajingan?”
Sambil berkata begitu, dengan berat hati aku melepaskan Kak Nia.
“Ah? Bagus sekali.”
Kak Nia tergagap dan terlihat tidak wajar.
Tapi, dalam hatinya dia sangat marah hingga memarahiku, “Edo, karena beraninya kamu menggodaku.”
Akhirnya aku memberanikan diri untuk menggoda Kak Nia sekali, aku senang sekali. 1
Saat aku diam–diam bangga, tiba–tiba Kak Nia menatapku sambil tersenyum.
“Kamu tampak sangat bangga?”
Aku segera menggeleng dengan rasa bersalah, ‘Nggak, Kak Nia, bukankah kamu memintaku untuk membeli kecap? Aku akan turun untuk membeli kecap.” 1
Setelah mengatakan itu, aku segera lari.