Bab 14
Hatiku sungguh gatal.
Karena Kak Nia bilang dia akan membantuku, tapi sekarang dia bersikap seperti ini.
Kalau dia tidak mengatakan itu padaku sebelumnya, aku tidak akan merasa gatal.
Aku menatap Kak Nia dan dengan berani berkata, “Kak Nia, bagaimana kalau kamu mandikan aku?”
“Hah? Aku bantu kamu?”
“Apa yang kamu pikirkan?”
Sejujurnya aku mengatakan apa yang aku pikirkan, “Sebenarnya aku nggak meminta kamu memandikanku, cukup usap punggung aku.”
“Itu juga nggak boleh.” Kak Nia menolak, itu membuatku merasa tidak nyaman.
“Kenapa?” Aku bertanya dengan enggan.
Kak Nia berkata, “Menurutmu pantaskah pria bertubuh besar sepertimu berdiri telanjang di
sana?”
“Tapi, bukankah kamu juga melihatnya saat aku memakai celana dalam tadi?” bisikku pelan, masih merasa ogah–ogahan dan ingin Kak Nia ikut masuk bersamaku.
Kak Nia menyentil keningku, “Kamu sendiri bilang tadi kamu pakai celana dalam, kalau mandi kamu akan buka semuanya. Apa itu sama?”
“Apa bedanya?” gumamku enggan, aku merasa itu hanya selapis kain dan dia tidak melewatkan apa yang seharusnya dilihat.
Kak Nia mungkin mendengar perkataanku sehingga dia memiringkan kepalanya dan menatapku.
“Oh, kamu kesal?”
“Nggak,” kataku munafik.
“Kamu bilang nggak, lihat wajahmu, itu terlihat masam.”
Aku menatap Kak Nia dan merasa sangat gugup.
Akhirnya aku memberanikan diri berkata, “Kak Nia, apa kamu hanya mempermainkanku saja?
1/3
Bab 14
+25 BONU
“Kenapa kamu berkata begitu?”
“Karena aku merasa kamu nggak pernah menganggapku serius. Saat aku merasa nggak nyaman, kamu nggak menghindar dan kamu selalu mengatakan banyak hal yang ambigu, yang membuatku merasa sangat gatal.”
“Tapi, ketika aku ingin kamu membantuku, kamu selalu nggak mau.”
Kak Nia terkekeh.
“Dasar bocah bodoh, ternyata kamu merajuk.”
“Izinkan aku bertanya, apakah menurutmu efek berjalan–jalan di rumah dengan mengenakan piama sama dengan kalau aku nggak memakai piama?”
Aku segera menggelengkan kepalaku.
Pada saat yang sama, aku tidak bisa menahan diri untuk tidak melihat ke arah Kak Nia.
Kak Nia baru saja mandi dan memakai piama.
Dadanya sangat luar biasa.
Aku tahu payudara Kak Nia besar, tapi aku tidak menyangka akan sebesar itu.
Aku memang sudah tidak nyaman dan melihatnya membuatku semakin tidak nyaman.
Kak Nia tersenyum dan melanjutkan, “Betul. Kalau pakai baju, apa pun yang kubilang, ada batasnya.”
“Tapi, kalau kamu melepas semua pakaianmu, artinya akan berbeda. Apakah kamu mengerti?”
Samar–samar aku mengerti maksud Kak Nia. 1
Tapi, aku masih merasa gatal.
Jadi, aku tersipu dan berkata, “Kak Nia, maaf, aku salah. Tapi … tapi….”
“Tapi, apa?”
“Aku masih ingin kamu ikut masuk denganku. Aku nggak akan melepas celanaku dan aku nggak minta kamu membasuh seluruh tubuhku. Kamu cukup menggosok punggungku.”
Aku takut kalau Kak Nia menolak, jadi aku memutar otak untuk meyakinkan Kak Nia.
“Kak Nia, bukankah kamu selalu ingin aku membuka diri? Anggap saja kali ini untuk
2/3
+25 BONUS
Bab 14
melatihku.”
Kak Nia melipat tangannya di dada dan menatapku, seolah dia sedang mengamatiku.
Aku menundukkan kepalaku dengan perasaan bersalah.
Kak Nia menatapku sebentar dan akhirnya berkata sambil tersenyum, “Baiklah, kali ini aku akan memuaskanmu.”
Aku sangat bahagia.
Biarpun aku tidak bisa melakukan apa pun dengan Kak Nia, aku masih bisa melakukan kontak fisik yang cukup besar dengan Kak Nia di kamar mandi yang kecil.
tu cukup membuatku bersemangat.