Bab 15
Sesampainya di kamar mandi, aku mulai melepas baju dan celanaku.
Kak Nia berdiri memperhatikanku.
Sejujurnya, aku cukup malu. Aku merasa kami akan melakukan sesuatu pada detik berikutnya.
Apalagi Kak Nia berpakaian sangat tipis sehingga membuatku sangat haus.
Tak lama kemudian, aku melepas semua pakaian aku, hanya menyisakan celana dalam.
Yang terlihat membengkak.
Aku masih agak malu dan tidak berani berhadapan langsung dengan Kak Nia.
Aku menyalakan air pancuran dan air dingin membasahi tubuhku, tapi aku tidak merasa kedinginan sama sekali, hatiku masih panas.
Kak Nia mengambil handuk mandi dan mulai mengusap punggungku.
“Bungkus sedikit. Kamu tinggi sekali, bagaimana aku bisa sampai?”
Kak Nia menampar pantatku, membuatku gemetar.
Hatiku menjadi semakin panas dan gelisah.
Tapi, aku selalu berkata pada diriku bahwa orang di belakangku adalah wanitanya Kak Wiki dan dia juga kakak iparku. Aku tidak bisa mengincar dia.
Aku sudah bersyukur dia mau menggosok punggungku.
Aku mengikuti instruksi Kak Nia dan membungkuk di atas wastafel.
Kak Nia berdiri di sampingku dan mulai mengusap punggungku.
Saat Kak Nia sedang mengusapku, baju tidurnya pun ikut bergoyang lembut. 1
Biarpun hanya sekedar baju tidur, tapi kelembutan baju tidur itu membuatku seperti sedang
meraba tubuh Kak Nia.
Itu perasaan aneh yang tidak bisa aku gambarkan.
Saat Kak Nia mengusap bahuku, tanpa sadar dadanya menyentuh tubuhku.
Tiba–tiba aku merasakan dua benda lembut bergoyang maju mundur di punggungku.
1/3
Bab 15
Perasaan itu sangat mengasyikkan!
Sambil merasakan keindahan di punggungku, aku menundukkan kepala dan diam–diam memandangi kaki Kak Nia.
Kaki Kak Nia sangat mulus dan putih, baju tidurnya juga sedikit basah. Melalui cahaya, pemandangan di antara kedua kakinya terlihat kabur.
Samar–samar, aku bisa melihat area segitiga tersebut.
Detak jantungku semakin cepat dan mataku hampir memerah.
Suatu tempat di tubuhku semakin tidak nyaman.
Tapi, walaupun aku merasa sangat tidak nyaman, aku tetap tidak ingin Kak Nia pergi.
Lagipula, aku akhirnya meyakinkan Kak Nia. Kalau aku menyuruh dia pergi, bagaimana aku bisa mendapat kesempatan menikmati perlakuan seperti ini di kemudian hari?
“Punggung Edo kekar sekali.”
Kak Nia sedang menggosok dan tiba–tiba membelai punggungku dengan lembut sambil menghela napas sepenuh hati.
Aku sungguh merasa tidak nyaman dan sangat berharap Kak Nia benar–benar bisa membantuku dengan tangan dia.
Jadi, aku tidak peduli aku takut atau malu, lalu dengan berani aku berkata kepada Kak Nia, ‘ Kak Nia, mau kamu rasakan?”
п
Saat aku mengatakan itu, aku kembali menatap Kak Nia, kulihat pipi Kak Nia merona dan dia menatap lurus ke tubuhku.
Melihatku memandangnya, Kak Nia buru–buru membuang muka.
Dia berkata dengan tersipu,, “Rasakan apa? Hmm?”
Awalnya aku ingin mengatakannya secara langsung, tapi aku agak malu.
Setelah memikirkannya berulang kali, aku akhirnya menyerah dan berkata, “Nggak, nggak ada apa–apa.”
Tapi, Kak Nia tiba–tiba berbaring di dekat telingaku dan berbisik, “Mau kusentuh dengan tanganku lagi?”
Napas hangat Kak Nia menyentuh daun telingaku dan wajah cantiknya tepat berada di sebelah wajahku.
2/3
Bab 15
Begitu aku berbalik, aku bisa menciumnya.
Bisa merasakan kelembutan di bibirnya.
Saat itu, kalaupun Kak Nia menyalahkanku, bisa dibilang itu hanya kebetulan. 1
Begitu ide ini muncul, aku tidak bisa mengendalikan diri. 1
Jadi, aku memejamkan mata dan menciumnya dengan berani.